By Al Mujaddid on September 11, 2013 -
92 views
Segala
puji bagi Allah, dan shalawat dan salam atas Rasulullah saw,
keluarganya dan sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti dan
mendukungnya, selanjutnya ..
Sungguh telah terpatri pada setiap
orang-orang memiliki rasio tinggi pengakuan akan pentingnya hidup dalam
kelompok (jamaah) yang memiliki kekuatan, system, dan hukum sehingga
dapat membentengi diri dari melakukan kezhaliman diantara mereka,
memisahkan keduanya ketika terjadi konflik dan sengketa. dan gambaran
jamaah ini terus berkembang hingga membentuk negara dan diterima oleh
umat manusia sepanjang zaman untuk memberikan kekuatan mereka pada
kekuatan negara, memberikan beberapa kemampuan mereka untuk memperkuat
sistem dan jamaah, serta untuk mengeksiskan prestise dan pengaruhnya,
yang mampu mengeluarkan kebenaran dari penindasan, menyelamatkan banyak
orang dari berbagai kezhaliman, menghadang para pelaku kerusakan
sehingga mampu mencapai maqashid syar’iyyah (target-target
syariah), mewujudkan keadilan dan ketentraman. Karena jika tidak
demikian, maka kehidupanakan terbengkalai dan berantakan bahkan sirna.
ada ungkapan:
لا يَصْلُحُ النَّاسُ فَوْضَى لا سَرَاةَ لَهُمْ وَلا سَرَاةٌ إذَا جُهَّالُهُمْ سَادُوا
Tidaklah suatu masyarakat akan baik jika terdapat di dalamnya kegaduhan yang tidak mampu ditutupi #
dan hal tersebut tidak akan mampu ditutupi jika orang-orang bodoh yang menjadi pemimpin mereka
Hidup terasa aman dan damai dengan Syariah Islam
Oleh karena itulah Islam yang hanif
datang dan menyeru umat untuk memilih seorang pemimpin yang mampu
memberikan kemaslahatan, mengatur segala urusan mereka menuju yang
terbaik dan terhormat, sehingga mampu mewujudkan kepada mereka bentuk
keadilan, meluruskan kondisi mereka pada kedisiplinan, menyelamatkan
jiwa mereka dari kecemasan dan kebingungan, dan memantapkan hidup mereka
di bawah payung keamanan dan martabat mulia, serta mengajak semua umat
untuk menghormati sistem ini. Bahkan Ali ra pernah berkata:
الملْكُ وَالدِّينُ
أَخَوَانِ، لَا غِنًى لأحَدِهِمَا عَنْ الْآخَر، فَالدِّينُ أُسٌّ وَالملكُ
حَارِسٌ، فَمَا لَمْ يَكُنْ لَهُ أُسٌّ فَمَهْدُومٌ، وَمَا لَمْ يَكُنْ
لَهُ حَارِسٌ فَضَائِعٌ
“Raja dan agama merupakan dua
sejoli, tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena agama
adalah pondasi sementara raja adalah penjaganya, jika tidak memiliki
pondasi maka akan hancur, dan jika tidak memiliki penjaga maka akan
mudah sirna”
Dan untuk mencapai tujuan tersebut,
Allah SWT meletakkan kaedah-kaedah keadilan dan dasar-dasar hukum yang
baik, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدىً وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al
kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta
rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (An-Nahl:89)
Dan memberikan pemahaman melalui
lisan Nabi Muhammad saw terhadap apa yang terdapat dalam Al-Qur’an,
sebagaimana memberikan mandat untuk memberikan gambaran praktis dan real
terhadap hukum yang baik ini. Maka dengan demikian bersatulah ajaran
agama Islam yang mulia secara teori dan praktek dalam bentuk yang paling
lurus dan baik dalam menetapkan hak-hak manusia, melindungi kebebasan
dan menjamin kehidupan yang layak bagi semua orang, dan dengan demikian
pula lengkaplah ajaran agama dan sempurna karunia Allah, sebagaimana
firman Allah:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu”. (Al-Maidah:3)
Hukum Islam melindungi non-Muslim:
Dalam naungan syariat Islam hanya dengan
toleransi saja lalu kebebasan non-Muslim dari Yahudi dan orang-orang
Kristen terjaga dan terlindungi agama dan kepercayaan mereka, guna dapat
menunaikan kegiatan ritual yang berkaitan dengan kondisi dan
kepercayaan mereka masing-masing. Allah berfirman:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang”. (Al-Maidah:48)
Diberikan pengecualian untuk mereka dari sebagian syariat berupa kewajiban atau pengharaman yang tidak ditetapkan oleh mereka.
Dan dalam naungan syariat ini saja
mampu mencegah pencemaran simbol agama atau penghinaan terhadap agama,
dan karenanya tidak mengherankan bahwa gereja di Mesir bertumpu pada
penerapan Syariah Islam; untuk memberikan orang-orang Kristen hak dalam
berhukum yang mengacu pada hukum Islam, seperti yang selalu terjadi
sejak penaklukan Islam hingga sekarang, dan tentunya jelas bagi siapa
yang memiliki mata hati, bahwa berhukum dengan Syariah Islam adalah
satu-satunya cara untuk mencapai stabilitas masyarakat dan melestarikan
pluralitas agama dan memberikan masing-masing haknya; dalam bingkai
keadilan yang jelas, kesatuan nasional yang kokoh, struktur sosial yang
rapi untuk anak bangsa dalam satu tanah air.
Hukum Islam melindungi martabat manusia dan kebebasannya:
Bahwa hukum positif sekalipun
ketentuan-ketentuannya baik tidak mungkin dapat memberikan peran yang
sama seperti syariat Islam terutama dalam memberikan rasa aman, keadilan
dan kebebasan, karena hukum positif tidak memiliki kesucian sebagaimana
ia tidak memiliki karakteristik moral dan spiritual seperti yang
terdapat dalam Syariah Islam, yang senantiasa berinteraksi dengan hati
nurani setiap orang dan pada saat yang bersamaan memberikan arahan
terhadap perilaku mereka. Karena itu, tidak terdapat dalam jiwa orang
yang melanggar hukum positif perasaan takut atau jera kepada Allah,
tidak merasa berdosa, tidak cemas dantidak mengalamai kepedihan hati
nurani seperti orang yang melanggar atas dasar syariat Islam, bahkan
boleh jadi orang yang pertama kali melakukan pelanggaran terhadap hukum
positif adalah orang yang membuat hukum itu sendiri, yang mana dia
mengetahui celah-celahnya, bahkan mungkin dia juga tahu cara menghindar
dari hukum dan kembali melakukannya dalam corak dan warna lain dengan
penuh kelicikan dan keterampilan.
Dalam hukum positif seorang hakim
(jaksa) lebih mudah merubah dengan berpihak pada seorang tiran, tanpa
merasa malu atau berdosa dan menjadikan hukum sebagai alat yang dapat
digunakan untuk kemaslahatan dirinya dan merubahnya sesuai dengan
kehendaknya. Ini telah kami saksikan di Negara Mesir, bagaimana hukum
positif bisa dirubah, bahkan suatu konstitusi dapat menjadi pedang yang
tajam yang digunakan oleh rezim tirani, yang dapat mengamandemen
Konstitusi dan dapat dimanipulasi walaupun berlawanan dengan kehendak
bangsa, dan mengeksploitasi dukungan mayoritas palsu untuk mensahkan
undang-undang yang memiliki reputasi buruk, bahkan cenderung pada
kerusakan dan melindungi pelaku kerusakan tanpa peduli atau mengabaikan
hasil yang bersih lalu mengarah pada keisa-siaan, menjatuhkan kewibawaan
dan nilai serta prestise Negara didalam hati setiap warga.
Efek negative dan pahit akibat ketiadaan Syariat Islam dan berkembangnya tirani:
Dalam kondisi hilangnya syariat Islam
dan berkuasanya rezim tirani menjadikan yang kuat diatas kebenaran, dan
menjadi tugas sebagian institusi perundang-undangan yang berpihak pada
kehendak penguasa tiran daripada menegakkan keadilan, dan daripada
mencapai kemaslahatan (kepentingan) bangsa. Kongkretnya, tanyalah kepada
KPU (Komisi Pemilihan Umum) apa yang terjadi dalam pemilihan Majlis
Syura di Mesir.
Dalam kondisi hilangnya syariat
Islam dan berkuasanya rezim tirani menjadikan tugas lembaga keamanan
yang asalnya sebagai pengayom dan pelindung rakyat berubah menjadi
penyiksa atas para oposisi penguasa tiran, menyiksa atas tindakan kritis
pemerintah tirani daripada melaksanakan kewajiban terhadap para pelaku
kerusakan dan daripada mengejar para genk (kelompok) pelaku kejahatan,
sementara kekuasaan di tangan para tiran juga merusak martabat manusia
dan kehidupan mereka dan merampas hak-hak mereka.
Dalam kondisi hilangnya syariat
Islam dan berkuasanya rezim tirani banyak terjadi kezhaliman dan
penangkapan orang-orang jujur, penjara-penjara penuh diidsi oleh orang
yang memiliki keahlian dan keterampilan ilmiah; hanya karena mereka
menyuarakan suara melawan tindak kezhaliman, tirani dan pemalsuan yang
keji terhadap kehendak bangsa, memberikan jabatan kepada orang yang
bukan ahlinya, dan memberikan area pemerintahan kepada mereka yang
memiliki pikiran dan jiwa-jiwa yang hanya memikirkan kepentingan pribadi
daripada kepentingan
Negara dan bangsa, dan akhirnya- sesuai
dengan kondisi tersebut – muncul sikap individulistis dan egoisme,
hancur hubungan sosial serta hilang nilai-nilai keadilan di dalam hati
warga dan bangsa.
Dan oleh karena itu pula tersebar
kezhaliman di berbagai lapisan masyarakat; ekonomi, sosial dan moral,
melambat atau berhenti sama sekali, bahkan mengalami kemunduruan pada
proses pembangunan, dan sirna nilai-nilai nasionalisme dan kedewasaan
serta moralitas yang mulia; berganti menjadi oportunisme dan karierisme,
dan menjadikan yang kuat dapat bertindak sewenang-wenang untuk
mengambil sesuatu yang bukan haknya dengan tangannya, sementara warga
biasa dan sederhana terpaksa melakukan penyuapan untuk menyelesaikan
beberapa hak-hak mereka, mencari jalan selamat daripada harus berhadapan
dengan kekerasan dan ketidakadilan, hilang makna kenegaraan, dan
berakibat pada kehancuran.
Semoga Allah SWT meridhai Ali bin Abi Thalib, yang berkata dalam buku yang pertama kali ditulis setelah ia menjabat khilafah:
أَمَّا بَعْد، فَإِنَّهُ
أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلكُمْ أَنَّهُمْ مَنَعُوا الْحَقَّ حَتَّى
اشْتُرِيَ، وَبَسَطُوا الْجَوْرَ حَتَّى افْتُدِيَ
“Amma ba’du, sungguh telah hancur
orang-orang sebelum kalian, bahwa mereka mencegah kebenaran hingga
terpaksa membeli, dan mereka menyebarkan kezhaliman hingga dijadikan
tebusan”
Jika secara sedehana umat manusia
mau berpikir, maka akan terlihat bagaimana sirnanya eksistensi suatu
negara setelah dikuasai oleh kekuasaan dan dikebiri oleh kekuatan aparat
keamanan, dan yang paling banyak semangatnya dan nyata pengetahuan para
pelakunya adalah; perhitungan jiwa pada manusia, terhalangnya
kepabilitas dan kemampuan dari berbagai tugas, jabatan yang sesuai untuk
mereka, melakukan fabrikasi isu terhadap orang-orang yang
jujur, malakukan tekanan, terror dan menjatuhkan martabat mereka, dalam
sebuah penyimpangan yang memalukan dalam penggunaan undang-undang,
sehingga mengancam adanya konsekuensi brutal.
Betapa banyak diantara Negara yang
dasar pemerintahannya adalah penjara, pelecehan, penyiksaan dan
pengadilan khusus, menyepelekan hak asasi dan menebarkan perasaan dengan
kezhaliman… dan antara negara yang diatur dengan hukum Syariat Islam
nan mulia, sehingga seorang khalifah Umar Bin Al Khattab ra berkata
setelah menjabat:
أدِرُّوا علَى المسلمينَ
حقوقَهم، ولاَ تَضْرِبُوهم فَتُذِلُّوهُمْ، وَلاَ تُجَمِّرُوهُمْ (أي لا
تحبسوهم بغير حق) فَتَفْتِنُوهُمْ، ولا تُغْلِقُوا الأَبْوَابَ دونَهم،
فَيَأْكُلَ قَوِيُّهم ضَعِيفَهم، ولا تَسْتَأْثِرُوا عليهم فتَظْلِمُوهُم،
ولا تَجْهَلُوا عليهم
“Berikanlah kepada umat hak-hak
mereka, janganlah kalian memukul (menyiksa) mereka sehingga kalian akan
hina, dan jangan kalian melempar mereka (maksudnya janganlah kalian
memenjarakan mereka tanpa alasan yang benar) sehingga kalian akan
tertimpa fitnah (musibah), dan janganlah kalian tutup pintu untuk
diberikan kepada selain mereka, sehingga yang kuat akan memangsa yang
lemah, janganlah kalian memaksa mereka sehingga kalian mezhaliminya dan
janganlah kalian acuhkan urusan mereka.
Dalam kondisi hilangnya syariat
Islam dan berkuasanya rezim tirani maka merebak nilai-nilai kemunafikan
yang memangsa yang tertindas dari anak bangsa yang cerdas dan yang mahrum
(patut dilindungi), tampak pula otoriterianisme dari kalangan
cendekiawan dan media yang menjadikan tugas yang mereka emban hanya
untuk membenarkan tindakan diktatorianisme dan penyimpangan-penyimpangan
yang mereka lakukan, membenarkan kekejaman dan kezhaliman serta
kekerasan atas umat dan bangsa untuk memelihara kepentingan yang lebih
besar mereka, dan membenarkan tindakan pengabaian dan kehinaan mereka
dihadapan musuh dengan dalih sebagai bagian dari cara berpolitik
praktis, dan pada saat yang bersamaan mereka menisbatkan para penentang
(oposisi) politik sebagai kelompok yang keluar, pembangkang, perusak dan
pengkhianat, mensifati nasihat yang syar’i yang menjadi kewajiban untuk
ditunaikan kepada mereka sebagai pemberontakan, menganggap kritikan
terhadap system yang telah diterapkan sebagai penghinaan terhadap
symbol-simbol negara, sehingga para oposisi yang telah memberikan saran
dan nasihat yang baik berhak untuk mati dan dilenyapkan dari muka bumi,
bahkan dari sudut agama, jika segala urusannya telah selesai. Sungguh
tidak ada daya dan kekuatan kecuali pada milik Allah semata.
Demikianlah kita melihat bahwa
ketiadaan Syariat Islam dapat merusak dan menghancurkan fitrah manusia,
mengancam kehidupan sosial, memangkas kesempatan untuk menumbuhkan
kreativitas dan prestasi, menghancurkan kebaikan jiwa manusia,
melepaskan dan mengurai sendi-sendinya, menanamkan didalamnya
benih-benih perbudakan dan kezhaliman, menajdikan sisi individu rendah
diri dan hina, sehingga terbangun dan muncul pribadi yang tidak memiliki
sikap percaya diri, tidak dapat membuat keputusan yang sesuai dengan
dirinya, muncul generasi dibawah kekuasaan tirani buta dan tidak
memiliki martabat diri, sedikit keinginan dan lemah dalam memberi dan
menerima.
Tidak ada cara lain untuk
menyelamatkan bangsa Arab dan umat Islam dari situasi terburuk ini
kecuali dengan melakukan kerjasama dan senantiasa melakukan koordinasi
bersama warga yang setia dan ikhlas dari bangsa ini, dan tidak merespon
keinginan dan tipu muslihat rezim opresif yang berambisi ingin memecah
belah kelompok umat dan ekpektasinya; hanya untuk menetapkan jati
dirinya, kebebasan untuk melampiaskan malapetaka dan bencana akan
potensi bangsa dan masa depannya, dan Ikhwanul Muslimin, dimanapun
mereka berada dan sesuai dengan perasaan yang dimilikinya bertanggung
jawab, dan akan tetap membentangkan tangan mereka untuk menjangkau semua
kekuatan yang tulus dan hidup tanpa terkecuali, untuk menyatukan
visi dan mengintegrasikan potensi dalam menghadapi kondisi absurd dan
tidak bersahabat ini; sehingga mampu membangkitkan umat dari tidur dan
keterpurukan, lalu menempatkan posisi yang berhak dimiliki ditengah umat
lainnya yang ada dimuka bumi ini.
Allah Maha Besar dan segala puji hanya milik Allah semata.
Risalah dari Dr Muhammad Badi (Media Islam)


0 komentar:
Posting Komentar